Mabuk/Kecanduan Cinta
Istilah mabuk/kecanduan cinta mungkin bukan istilah yang umum terdengar. Istilah yang sudah umum beredar seperti kecanduan minum, alkohol, narkoba, rokok, kerja, dan lain sebagainya. Meski pun “barang” nya cinta, bukan berarti aman-aman saja dan tidak membawa dampak apapun juga. Justru, dampak sama buruknya untuk kesehatan jiwa . Buktinya, sudah banyak kasus bunuh diri atau pembunuhan yang terjadi akibat kecanduan cinta. Nah, artikel di bawah ini akan mengulas sedikit tentang kecanduan cinta.
Masyarakat tidak bisa membedakan antara cinta sejati dengan cinta yang bersifat candu. Berbagai film, sinetron, atau pun lagu-lagu turut andil yang cukup signifikan dalam menyaru-kan kondisi kecanduan cinta dengan cinta sejati. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam pengertian yang keliru antara kecanduan cinta dengan cinta sejati.
Contoh, ada orang yang bunuh diri karena ditinggal pergi kekasih banyak orang menilai bahwa cerita ini mencerminkan kisah cinta sejati.
I. Tanda-tanda
Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan cinta menunjukkan tanda-tanda:
1. Adanya pikiran obsesif, misalnya terus-menerus curiga akan kesetiaan pasangan, takut ditinggalkan pasangan sehingga selalu ikut ke mana pun perginya sang kekasih/pasangan.
2. Selalu menuntut perhatian yang berlebihan, tanpa ada toleransi dan pengertian
3. Manipulasi perbuatan, berbuat sesuatu agar pasangan mengikuti
kehendaknya/memenuhi kebutuhannya, misalnya : mengancam akan memutuskan hubungan jika mementingkan hobinya
4. Selalu bergantung pada pasangan dalam segala hal, apapun juga, mulai dari minta pendapat, mengambil keputusan sampai dengan memilih baju yang akan dipakai
5. Menuntut waktu, perhatian, pengabdian dan pelayanan total sang kekasih/pasangan. Jadi, pasangan tidak bisa memberikan sebagian waktunya untuk orang tua/keluarga.
6. Menggunakan sex sebagai alat untuk mengendalikan pasangan. Dan menganggap sex adalah cinta dan sarana untuk mengekspresikan cinta
7. Tidak bisa memutuskan hubungan, meski merasa amat tertekan karena “berharap” pada janji-janji surga pasangan
8. Kehilangan salah satu hal terpenting dalam hidup, misalnya pekerjaan atau /keluarga inti demi mempertahankan hubungan
Jadi, tidak akan pernah “puas” dalam setiap hubungan yang terjalin antara orang yang kecanduan cinta dengan pasangannya; ibaratnya seperti yang dikatakan Salomo, "Ada tiga hal yang tidak pernah berkata puas (dunia orang mati)".
Demikian juga orang kecanduan cinta, mereka tidak bisa membagikan cinta secara tulus pada orang lain karena selalu merasa kehausan cinta. Oleh sebab itu, banyak di antara mereka yang sering berganti pasangan karena merasa harapan mereka tidak dapat dipenuhi sang kekasih. Padahal, walaupun ratusan kali mereka berganti pasangan, mereka yang kecanduan cinta akan sulit membangun hubungan yang stabil dan abadi. Sayangnya, mereka yang tidak menyadari, bahwa sumber persoalannya justru ada pada diri sendiri – mereka lebih sering menyalahkan orang lain atau semua mantannya.
II. Penyebab
Penyebab dari semua ini adalah: karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, kehangatan dan penerimaan seutuhnya di masa kecil. Menurut para psikolog, orang yang pada masa batita-nya tidak mengalami hubungan kelekatan emosional yang stabil, positif dan hangat dengan lingkungannya yaitu orang tua dan keluarga, akan sulit mempercayai orang lain – bahkan sulit mempercayai dirinya sendiri.
Inilah yang disebut, trauma psikologis, yang mirip seperti penyiksaan emosional dan fisik pada usia dini, atau menyaksikan sikap dan tindakan salah satu orang tua yang agresif dan kasar terhadap pasangan, dapat menghambat proses kematangan identitas kepribadian dan kestabilan emosinya. Semua hal tersebut kelak punya potensi yang besar dalam mempengaruhi pola interaksinya dengan orang lain.
Keterbatasan perhatian dari lingkungan pada waktu itu, diangganya sebagai suatu bentuk penolakan; dan penolakan itu menurut seorang anak disebabkan kekurangan dirinya. Nah, pada banyak orang, masalah ini rupanya tidak dianggap serius dan tidak pernah diselesaikan sehingganya akibatnya, sepanjang hidup ia berjuang untuk mengendalikan lingkungan atau orang-orang terdekat supaya selalu memperhatikannya. Orang demikian berusaha membuat dirinya diterima dan dimiliki oleh orang lain – meski harus “mengorbankan” diri. Orang ini begitu cemas dan takut jika kehilangan orang yang selama ini memilikinya; karena perasaan “dimiliki” ini identik dengan harga dirinya – dan sebaliknya ia akan kehilangan harga diri jika kehilangan pemilik. Tidak peduli tindakannya sudah melampaui batas dan pelanggaran norma masyarakat dan Firman Tuhan.
III. Dampak
Akibat dari semua ini bisa dirasakan secara langsung oleh yang bersangkutan, karena orang itu tidak dapat menikmati hubungan yang terjalin karena pikiran dan perasaannya selalu diliputi ketakutan. Ketakutan tersebut makin tidak rasional dan melahirkan tindakan yang tidak rasional pula, misalnya tidak memperbolehkan pasangannya pergi kerja karena takut direbut orang. Ada dua dampak yang akan terjadi.1. Bagi Individu Bersangkutan.
* Individu yang bersangkutan akan berada dalam kondisi emosi yang labil, sensitif.
* Individu tersebut terlalu apriori pada teman, sahabat, kegiatan, pekerjaan, bahkan keluarga dari pasangannya.
* Individu mudah marah, cepat tersinggung dan bagi sebagian orang cenderung bertindak agresif dan kasar demi mengendalikan keinginan dan kehidupan pasangannya.
* Individu tersebut juga mudah merasa lelah dan lemas. Sebab seluruh energinya sudah digunakan untuk mengantisipasi ketakutan yang tidak beralasan.
* Kehidupan demikian membuat dirinya menjadi manusia tidak produktif. Sehari-hari yang dipikirkan dan diusahakan hanyalah bagaimana menjaga pasangan hidupnya.
2. Bagi Pasangan
Banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya terlibat dalam pola hubungan yang keliru sampai akhirnya ia merasa stress, tertekan namun tidak berani/takut/tidak berdaya untuk memperbaiki hubungan yang sudah berjalan beberapa waktu. Bagi sebagian orang yang cukup sadar dan mempunyai kekuatan pribadi, ia akan berani mengambil sikap tegas dalam menentukan arahnya sendiri. Namun, banyak pula orang yang “memilih” untuk tetap dalam lingkaran demand-supply tersebut karena ternyata dirinya sendiri juga mengalami masalah dan kebutuhan yang sama. Keadaan semacam inilah yang sering disalah-artikan dengan hubungan yang romantis dan cinta buta.
IV. Cara Penanggulangan
Menurut para ahli psikologi dan kesehatan mental, salah satu syarat utama untuk dapat menjalin hubungan yang sehat dan sekaligus menjalani kehidupan yang produktif adalah mempunyai kesehatan mental yang sehat dan identitas diri yang solid. Jadi, untuk mengembalikan seseorang pada bentuk hubungan yang sehat, beberapa langkah yang harus diperhatikan:
1. Pemulihan spiritual. Biasanya orang seperti ini tidak pernah menyadari kedudukan mereka dalam hubungannya dengan Tuhan.
2. Pemulihan pribadi yaitu memperkuat pribadinya secara psikologis. Dengan meningkatkan sumber kekuatan psikologis secara internal, akan mengurangi ketergantungannya pada kekuatan eksternal. Orang itu harus merasa aman dan percaya dengan dirinya sendiri untuk bisa merasa aman dalam setiap jalinan hubungan dengan orang lain.
3. Bimbingan secara menyeluruh, orang-orang demikian membutuhkan bantuan para rohaniawan, profesional untuk membimbing dan mengarahkan mereka membangun pribadi yang positif.
Pdt. Budiono, S.PAK />